Pada pembahasan ini akan dijelaskan
tentang prinsip-prinsip, ciri-ciri dan langkah-langkah pokok dalam evaluasi
hasil belajar. Sebelum kita masuk ke pambahasan, kita pahami kembali tentang apa itu evaluasi menurut Suharsimi dalam buku dasar-dasar evaluasi pendidikan, yang menyatakan
bahwa kita tidak dapat mengadakan penilain sebelum kita mengadakan pengukuran. Mengukur
adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat
kuantitatif. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu
dengan ukuran baik dan buruk. Penilaian bersifat kuantitatif. Mengadakan
Evaluasi meliputi kedua langkah diatas, yakni mengukur dan menilai.
Evaluasi
berasal dari kata evaluation yang
berarti menilai (tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu). Jadi evaluasi
adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang
selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat
dalam mengambil keputusan, yang dimaksudkan untuk membantu
para guru dalam pengambil keputusan dalam usaha
menjawab pertanyaan atau permasalahan yang ada. Dalam melakukan sebuah kegiatan evaluasi tentu harus mengacu
kepada prinsip-prinsip dasar dalam melakukannya. Untuk itu pada pembahasan ini
akan di jelaskan lebih jauh tentang prinsip-prinsip evaluasi, ciri-ciri dan
langkah-langkah yang tetap dalam melakukan evaluasi, khususnya evaluasi hasil
belajar.
PEMBAHASAN
Kegunaan
dari evaluasi untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang dijadikan sebagai
bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para
peserta didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Kemudian evalusi
dalam pembelajaran juga digunakan untuk melihat tingkat efektifitas dari
metode-metode pembelajaran yang telah digunakan dalam proses pembelajaran setelah
beberapa waktu. Selain itu evalusi juga berguna untuk merangsang kegiatan
pembelajaran peserta didik menjadi lebih baik. Menjadi patokan bagi guru dan
peserta didik sendiri melihat keberhasilan atau ketidak berhasilan dalam
mengikuti proses pembelajaran.
Suharsimi
menjelaskan untuk dapat
menentukan kepandaian seseorang, bukan kepandaian yang diukur. Namun kita dapat
melihat dari gejala-gejala yang tampak atau memancar dari kepandaianya. Salah
satu contohnya adalah bahwa anak yang pandai biasanya dapat menyelesaikan
soal-soal yang diberikan oleh gurunya.
Dalam melakukan evaluasi hasil
belajar ada hal-hal dasar yang perlu diperhatikan:
A. Prinsip-Prinsip Dasar Evaluasi Hasil Belajar
Menurut
Sudijono, Evaluasi hasil belajar
dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam pelaksanaannya senantiasa
berpegang pada tiga prinsip dasar berikut ini.
1) Prinsip Keseluruhan
Berprinsip keseluruhan atau menyeluruh atau
komprehensif adalah evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh,
menyeluruh. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa dalam pelaksanaannya
evaluasi tidak dapat dilaksanakan secara terpisah, tetapi mencakup berbagai
aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku yang
terjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk hidup dan bukan benda mati.
Dalam hubungan ini, evaluasi diharapkan tidak hanya
menggambarkan aspek kognitif, tetapi juga aspek psikomotor dan afektif pun
diharapkan terangkum dalam evaluasi. Jika dikaitkan dengan mata pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia, penilaian bukan hanya menggambarkan pemahaman
siswa terhadap materi ini, melainkan juga harus dapat mengungkapkan sudah
sejauh mana peserta didik dapat menghayati dan mengimplementasikan materi
tersebut dalam kehidupannya.
Jika prinsip evaluasi yang pertama ini dilaksanakan,
akan diperoleh bahan-bahan keterangan dan informasi yang lengkap mengenai
keadaan dan perkembangan subjek subjek didik yang sedang dijadikan sasaran
evaluasi.
2) Prinsip Kesinambungan
Istilah lain dari prinsip ini adalah kontinuitas.
Penilaian yang berkesinambungan ini artinya adalah penilaian yang dilakukan
secara terus menerus, sambung-menyambung dari waktu ke waktu. Penilaian secara
berkesinambungan ini akan memungkinkan si penilai memperoleh informasi yang
dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan atau perkembangan peserta didik
sejak awal mengikuti program pendidikan sampai dengan saat-saat mereka
mengakhiri program-program pendidikan yang mereka tempuh.
3) Prinsip Objektivitas
Prinsip objektivitas mengandung makna bahwa evaluasi
hasil belajar terlepas dari faktor-faktor yang sifatnya subjektif. Orang juga
sering menyebut prinsip objektif ini dengan sebutan “apa adanya”. Istilah apa
adanya ini mengandung pengertian bahwa materi evaluasi tersebut bersumber dari
materi atau bahan ajar yang akan diberikan sesuai atau sejalan dengan tujuan
instruksional khusus pembelajaran. Ditilik dari pemberian skor dalam evaluasi,
istilah apa adanya itu mengandung pengertian bahwa pekerjaan koreksi, pemberian
skor, dan penentuan nilai terhindar dari unsur-unsur subjektivitas yang melekat
pada diri tester. Di sini tester harus dapat mengeliminasi sejauh mungkin
kemungkinan-kemungkinan “hallo effect” yaitu jawaban soal dengan tulisan yang
baik mendapat skor lebih tinggi daripada jawaban soal yang tulisannya lebih
jelek padahal jawaban tersebut sama. Demikian pula “kesan masa lalu” dan
lain-lain harus disingkirkan jauh-jauh sehingga evaluasi nantinya menghasilkan
nilai-nilai yang objektif.
Dengan kata
lain, tester harus senantiasa berpikir dan bertindak wajar menurut keadaan yang
senyatanya, tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan yang sifatnya
subjektif. Prinsip ini sangat penting sebab apabila dalam melakukan evaluasi,
subjektivitas menyelinap masuk dalam suatu evaluasi, kemurnian pekerjaan
evaluasi itu sendiri akan ternoda.
Sebenarnya
bukan hanya tiga prinsip di atas yang menjadi ukuran dalam untuk melakukan
evaluasi. Dimyati dan Mujiono (2006:194-199) menyebutkan bahwa evaluasi yang
akan dilakukan juga harus mengikuti prinsip kesahihan (valid), keterandalan (reliabilitas),
dan praktis.
1) Kesahihan
Sebuah evaluasi dikatakan valid jika evaluasi tersebut
secara tepat, benar, dan sahih telah mengungkapkan atau mengukur apa yang
seharusnya diukur. Agar diperoleh hasil evaluasi yang sahih, dibutuhkan
instrumen yang memiliki/memenuhi syarat kesahihan suatu instrumen evaluasi.
Contoh berikut dapat dijadikan sarana untuk memahami
pengertian valid. Contoh yang dimaksud adalah berupa barometer dan
termometer. Barometer adalah alat ukur yang dipandang tepat untuk mengukur
tekanan udara. Jadi, kita dapat mengatakan bahwa barometer tanpa diragukan lagi
adalah alat pengukur yang valid untuk mengukur tekanan udara. Dengan kata lain,
apa seseorang melakukan pengukuran terhadap tekanan udara dengan menggunakan
alat pengukur berupa barometer hasil pengukuran yang diperoleh itu dipandang
tepat dan dapat dipercaya. Demikian pula halnya denga termometer. Termometer
adalah alat pengukur yang dipandang tepat, benar, sahih, dan abash untuk
mengukur tinggi rendahnya suhu udara. Jadi dapat dikatakan bahwa termometer
adalah adalah alat pengukur yang valid untuk mengukur suhu udara (Sudijono,
2006:96).
Sahih atau tidaknya evaluasi tersebut ditentukan oleh
faktor-faktor instrumen evaluasi itu sendiri, administrasi evaluasi dan
penskoran, respon-respon siswa (Gronlund, dalam Dimyati dan Mujiono (2006:195).
Kesahihan instrumen evaluasi diperoleh melalui hasil pemikiran dan pengalaman.
Dari dua cara tersebut, diperoleh empat macam kesahihan yanga terdiri atas
kesahihan isi (content validation), kesahihan konstruksi (contruction validity),
kesahihan ada sekarang (concurrent validity), dan kesahihan prediksi
(prediction validity) (Arikunto, 1990:64).
2) Keterandalan
Keterandalan evaluasi berhubungan dengan masalah
kepercayaan yaitu tingkat kepercayaan bahwa suatu evaluasi mampu memberikan hasil
yang tepat. Maksud dari pernyataan ini adalah jika suatu eveluasi dilakukan
pada subjek yang sama evaluasi senantiasa menunjukkan hasil evaluasi yang sama
atau sifatnya ajeg dan stabil. Dengan demikian suatu ujian, misalnya, dikatakan
telah memiliki reliabilitas apabila skor-skor atau nilai-nilai yang diperoleh
para peserta ujian untuk pekerjaan ujiannya adalah stabil, kapan saja, dimana
saja ujian itu dilaksanakan, dan oleh siapa saja pelaksananya.
Keterandalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
·
Panjang tes
(length of tes). Panjang tes
berhubungan dengan banyaknya butir tes. Pada umumnya lebih banyak butir tes,
lebih tinggi keterandalan evaluasi. Hal ini terjadi karena makin banyak soal
tes, makin banyak sampel yang diukur.
·
Sebaran skor
(spread of scores). Besarnya sebaran
skor akan membuat kemungkinan perkiraan keterandalan lebih tinggi menjadi
kenyataan.
·
Tingkat
kesulitan tes (difficulty of tes).
Tes yang paling mudah atau paling sukar untuk anggota-anggota kelompok yang
mengerjakan cenderung menghasilkan skor tes keterandalan yang lebih rendah. Hal
ini disebabkan antara hasil tes yang mudah dan sulit keduanya salam suatu
sebaran skor yang terbatas.
·
Objektivitas
(objektivity). Objektivitas suatu tes
menunjuk kepada tingkat skor kemampuan yang sama (yang dimiliki oleh para
siswa) dan memperoleh hasil yang sama dalam mengerjakan tes.
3) Kepraktisan
Kepraktisan suatu evaluasi bermakna bahwa
kemudahan-kemudahan yang ada pada instrumen evaluasi baik dalam mempersiapkan,
menggunakan, menginterpretasi, memperoleh hasil maupun kemudahan dalam
menyimpan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepraktisan instrumen evaluasi
meliputi:
·
kemudahan
mengadministrasi;
·
waktu yang
disediakan untuk melancarkan kegiatan evaluasi;
·
kemudahan
menskor;
·
kemudahan
interpretasi dan aplikasi;
·
tersedianya
bentuk instrumen evaluasi yang ekuivalen atau sebanding.
Suharsimi juga
menjelaskan ada satu prinsip
umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi atau
hubungan erat tiga komponen, yaitu:
a. Hubungan antara tujuan dengan KBM
Kegiatan belajar-mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana
mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian, anak panah yang menunjukkan hubungan antara keduanya mengarah
pada tujuan dengan makna bahwa KBM mengacu pada tujuan, tetapi juga mengarah
dari tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari tujuan dilanjutkan pemikirannya ke
KBM.
b. Hubungan antara tujuan dengan evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur
sejauh mana tujuan sudah tercapai. Dengan makna demikian maka anak panah
berasal dari evaluasi menuju ke tujuan. Di lain sisi, jika dilihat dari
langkah, dalam menyusun alat evaluasi ia mengacu pada tujuan yang sudah
dirumuskan.
c. Hubungan antara KBM dengan evaluasi
Seperti yang sudah disebutkan dalam poin (a), KBM dirancang
dan disusun dengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan. Telah disebutkan
pula dalam poin (b) bahwa alat evaluasi juga disusun dengan mengacu pada
tujuan. Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau
disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan. Sebagai misal, jika kegiatan
belajar-mengajar dilakukan oleh guru dengan menitikberatkan pada keterampilan,
evaluasinya juga harus mengukur tingkat keterampilan siswa, bukannya aspek
pengetahuan.
B. Ciri-ciri Penilaian dalam Pendidikan
Adapun ciri-ciri evaluasi melalui
penilaian dalam pendidikan menurut
Suharsimi adalah sebagai berikut:
1.
Ciri pertama yaitu bahwa penilaian dilakukan secara tidak
langsung. Dalam contoh ini kita menilai kepandaian melalui ukuran menyelesaikan
soal.
2.
Ciri kedua yaitu pengunaan ukuran kuantitatif. Penilaian
bersifat kuantitatif artinya mengunakan simbol bilangan sebagai hasil pertama
pengukuran. Setelah itu lalu diinterpretasikan ke bentuk kualitatif. Contoh:
dari hasil pengukuran tia mempunyai IQ 126 sedangkan budi 89. Maka tia dapat
dikatagorikan sebagai anak pandai sedangkan budi anak dibawah rata-rata.
3.
Ciri ketiga yaitu bahwa penilaian pendidikan mengunakan,
unit-unit atau satuan-satuan yang tetap misalnya, IQ 126 menurut unit pengukurannya
termasuk anak yang pandai sedangkan 89 termasuk anak dibawah rata-rata.
4.
Ciri keempat yaitu bersifat relatif artinya tidak selalu
tetap dari waktu ke waktu yang di sebabkan banyak faktor. contoh nilai ulangan
MTK pertama tia adalah 90 namun ulangan keduanya hanya 40.
5.
Ciri kelima bahwa dalam penilaian pendidikan sering
terjadi kesalahan-kesalahan. Adapun kesalaan-kesalahan itu ditinjau dari
berbagai faktor yaitu:
1)
Terletak pada alat ukurnya. Alat yang digunakan untuk mengukur haruslah baik namun sering kali terjadi
kesalahan di alat ukurnya.
2)
Terletak pada orang yang melakukan pengukurannya. Keslaah
pad aorang yag melakuan pengukuran bisa saj aterjadi karena:
a.
Kesalahan pada waktu penilaian karena factor subjektif
penilai yang telah terpengarus oleh hasil pengukuran, misalnya tulisan jelek
atau tidak jelas itu sering mempengaruhi subjektif penilaian. b). kecenderungan dari penilai untuk
memberikan nilai secara murah atau mahal. Ada guru yang mudah memberikan nilai
ada yang sulit untuk memberikan nilai.
Adanya Hello-effect,
yakni adanya kesan penilai terhadap siswa.
b.
Adanya pengaruh dari hasil sebelumnya.
c.
Kesalahan yang disebabkan oleh kekeliruan menjumlah
angka-angka hasil penilaian.
3)
Terletak pada anak yang dinilai.
a.
Siswa adalah manusia yang berperasaan dan bersuasana
hati. Suasana hati sangat berpengaruh terhadap hasil penilaian.
b.
Keadaan fisik ketika siswa sedang dinilai.
c.
Nasib siswa kadang-kadang mempunyai peranan terhadap
hasil penilaian.
4)
Terletak pada situasi dimana
penilaian berlangsung
a.
suasana pada saat terjadinya
penilaian. Keadaan yang gaduh akan mempengaruhi penilaian yang sebenarnya
karena siswa tidak dapat konsenterasi.
b.
Pengawasan dalam penilaian. Bentuk
pengawasan yang tidak sesuai akan berpengaruh pada keobjektifan hasil dari
pengukuran yang ada.
Menurut Sudijono ciri-ciri
evaluasi hasil belajar tidak jauh berbeda dari Suharsimi, adapun
ciri-ciri evaluasi yang dilakukan dalam proses belajar mengajar tersebut
adalah:
1.
Penilaian
dilakukan secara tidak langsung. Jadi untuk mengetahui taraf kepandaian anak
maka yang diukur bukan pandainya akan tetapi tanda-tanda kepandaiannya. Menurut
Carl Witherington tanda-tanda anak yang pandai adalah 1) kemampuan untuk
bekerja dengan angka-angka, 2) kemampuan untuk menggunakan bahasa dengan baik
dan benar, 3) kemampuan untuk menangkap sesuatu yang baru, 4) kemampuan untuk
mengingat-ingat sesuatu, 5) kemampuan untuk memahami hubungan antar gejala yang
satu dengan yang lain, 6) kemampuan untuk berfantasi atau berfikir abstrak.
2.
Menggunakan ukuran yang bersifat kuantitatif
(simbul angka), setelah dianalisis dengan metode statistik pada akhirnya data
tersebut diberi interpretasi secara kualitatif.
3.
Pada
umumnya menggunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap.
4.
Prestasi
belajar yang dicapai oleh peserta didik dari waktu ke waktu bersifat relatif.
Artinya, hasil evaluasi pada umumnya tidak tetap.
5.
Dalam
melakukan penilaian sering terjadi kesalahan-kesalahan. Sedangkan sumber-sumber
kesalahan terletak pada alat ukur, penilai atau evaluator (guru), yang dinilai
(murid) dan situasi di mana penilaian berlangsung
Dalam
hal ini guru atau evaluator dapat menyebabkan kekeliruhan itu sendiri
dikarenakan hal sebagai berikut:
1)
bertindak
subjektif. Misalnya risau ketika mengoreksi, tulisan yang dihadapi jelek dan
lain-lain.
2)
cenderung
pemura atau pelit dalam memberi nilai.
3)
Terjadinya
hallo effect, guru dalam memberi
nilai terpengaruhi oleh berita, informasi dan lain yang dating dari teman-teman atau hal-hal lain.
4)
Adanya
pengaruh dari hasil yang diperoleh terdahulu atau masa lalu.
Selanjutnya dalam hal kekeliruhan juga dapat
berasal dari yang dinilai (murid), penyebab munculnya antara lain:
1)
Factor
psikis, suasana batin yang mengikuti evaluasi yang dilaksanakan
2)
Factor
fisik, jasmani yang sedang terganggu sedang sakit, letih atau kecapekan
3)
Factor
nasib, misalnya semua pelajaran yang telah di pelajari tiba-tiba hilang dari
ingatan.
C.
Langkah-langkah Pokok dalam Evaluasi Belajar
Sekalipun tidak selalu sama, namun pada
umumnya para pakar dalam bidang evaluasi pendidikan merinci kediatan evaluasi
ke dalam enam langkah pokok.
1.
Menyusun rencana evaluasi hasil belajar
Sebelum evaluasi hasil belajar dilaksanakan, harus
disusun lebih dahulu perencanaannya secara baik dan matang. Perencanaan hasil
belajar itu umumnya mencakup enam jenis kegiatan, yaitu:
a. Merumuskan tujuan dilaksanakannya
evaluasi Perumusan tujuan evaluasi hasil belajar itu penting sekali, sebab
tanpa tujuan yang jelas maka evaluasi hasil belajar akan berjalan tanpa arah
dan pada gilirannya dapat mengakibatkan evaluasi menjadi kehilangan arti dan
fungsinya.
b. Menetapkna aspek-aspek yang hendak
dievaluasi. Misalnya apakah aspek kognitif, aspek afektif ataukah aspek
psikomotorik.
c. Memilih dan menentukan teknik yang
akan dipergunakan di dalam melaksanakan evaluasi, misalnya apakah evaluasi itu
akan dilaksanakan dengan menggunakan teknik tes ataukah teknik nontes. Jika
teknik yang akan dipergunakan itu adalah teknik nontes, apakah pelaksanaannya
dengan menggunakan pengamatan (observasi), melakukan wawancara (interview),
menyebarkan angket (questionnaire)?
d. Menyusun alat-alat pengukur yang
akan dipergunakan dalam pengukuran dan penialain hasil belajar peserta didik,
seperti butir-butir soal tes hasil belajar (pada evaluasi hasil belajar yang
menggunakan teknik tes). Daftar check (check list), rating scale, panduan
wawancara (interview guide) atau daftar angket (questionnaire), untuk evaluasi
hasil belajar yang menggunakan teknik nontes.
e. Menentukan tolak ukur, norma atau kriteria
yang akan dijadikan pegangan atau patokan untuk memberikan interpretasi
terhadap data hasil evaluasi. Misalnya apakah yang akan dipergunakan Penilaian
Beracuan Patokan (PAP) ataukah akan dipergunakan Penilaian beracuan kelompok
atau Norma (PAN). Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar itu
sendiri (kapan dan seberapa kali evaluasi hasil belajar itu akan dilaksanakan).
2.
Menghimpun data
Dalam evaluasi hasil belajar, wujud nyata dari
kegiatan menghimpun data adalah melaksanakan pengukuran, misalnya dengan
menyelenggarakan tes hasil belajar (apabila evaluasi hasil belajar itu
menggunakan teknik tes), atau melakukan pengamatan, wawancara atau angket
dengan menggunakan instrumen-instrumen tertentu berupa rating scale, check
list, interview guide atau questionnaire (apabila evaluasi hasil belajar itu
menggunakan teknik nontes).
3.
Melakukan verifikasi data
Data yang telah berhasil dihimpun harus disaring
lebihn dahulu sebelum diolah lebih lanjut. Proses penyaringan itu dikenal
dengan istilah penelitian data atau verifikasi data. Verifikasi data
dimaksudkan untuk dapat memisahkan data yang “baik” (yaitu data yang dapat
memperjelas gambaran yang akan diperoleh mengenai diri individu atau sekelompok
individu yang sedang dievaluasi) dari data yang “kurang baik” (yaitu data yang
akan mengaburkan gambaran yang akan diperoleh apabila data itu ikut serta
diolah).
4.
Mengolah dan menganalisis data
Mengolah dan menganilisis hasil evaluasi dilakukan
dengan maksud untuk memberikan makna terhadap data yang telah berhasil dihimpun
dalam kegiatan evaluasi. Untuk keperluan itu maka data hasil evaluasi perlu
disusun dan diatur demikian rupa sehingga “dapat berbicara”. Dalam mengolah dan
menganalisis data hasil evaluasi itu dapat dipergunakan teknik statistik.
5.
Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan
Penafsiran atau interpretasi terhadap data hasil
evaluasi belajar pada hakikatnya adalah merupakan verbalisasi dari makna yang
terkandung dalam data yang telah mengalami pengolahan dan penganalisisan itu.
Atas dasar interpretasi terhadap data hasil evaluasi itu pada akhirnya dapat
dikemukakan kesimpulan-kesimpulan tertentu. Kesimpulan-kesimpulan hasil
evaluasi itu sudah barang tertentu mengacu kepada tujuan dilakukannya evaluasi
itu sendiri.
6.
Tindak lanjut hasil evaluasi
Bertitik tolak dari data hasil evaluasi yang telah
disusun, diatur, diolah, dianalisis dan disimpulkan sehingga dapat diketahui
apa makna yang terkandung di dalamnya maka pada akhirnya evaluator akan dapat
mengambil keputusan atau merumuskan kebijakan-kebijakan yang dipandang perlu
sebagai tindak lanjut dari kegiatan evaluasi tersebut.
KESIMPULAN
Mengetahui dan memahami tentang
prinsip-prinsip dasar evaluasi hasil belajar, serta mengetahui ciri-ciri dan
langkah-lankah evaluasi akan sangat membantu guru sebagai evaluator dalam
menjalankan evaluasi hasil proses pembelajaran. Hal ini juga akan mengurangi
kekeliruan yang terjadi pada saat evaluasi, baik kekeliruhan yang disebabkan
bertindak subjektif, cenderung pemura atau pelit dalam memberi nilai,
terjadinya hallo effect, adanya
pengaruh dari hasil yang diperoleh terdahulu atau masa lalu. Kemudian
kekeliruan lainya seperti dari siswa atau dari kondisi lingkungan. Jadi
evaluasi benar-benar dapat menjadi motivasi
kegiatan pembelajaran peserta didik menjadi lebih baik. Dan menjadi patokan
bagi guru dan peserta didik sendiri melihat keberhasilan atau ketidak
berhasilan dalam mengikuti proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S
& Jabar. 2004. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Sudijono, A.
1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Stainless Steel Flask - Titanium Flask - Titanium Arts
BalasHapusStainless steel Flask - Titanium surgical steel vs titanium Flask - Titsanium titanium flashlight Arts is 출장안마 a ford escape titanium for sale ceramic-art-type Flask that features the highest titanium properties quality components.
Kak mau tanya bagaimana cara menghadapai murid yang bandel dan susah menangkap materi yang disampaikan oleh guru
BalasHapusIzin citra kak
BalasHapus