Rabu, 01 Oktober 2014

Evaluasi Hasil Belajar: Prinsip, Ciri-Ciri dan Tahapan.



Pada pembahasan ini akan dijelaskan tentang prinsip-prinsip, ciri-ciri dan langkah-langkah pokok dalam evaluasi hasil belajar. Sebelum kita masuk ke pambahasan, kita pahami kembali  tentang apa itu evaluasi menurut Suharsimi dalam buku dasar-dasar evaluasi pendidikan, yang menyatakan bahwa kita tidak dapat mengadakan penilain sebelum kita mengadakan pengukuran. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk. Penilaian bersifat kuantitatif. Mengadakan Evaluasi meliputi kedua langkah diatas, yakni mengukur dan menilai.
Evaluasi berasal dari kata evaluation yang berarti menilai (tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu). Jadi  evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan, yang dimaksudkan untuk membantu para guru dalam pengambil keputusan  dalam usaha menjawab pertanyaan  atau permasalahan yang ada. Dalam melakukan sebuah kegiatan evaluasi tentu harus mengacu kepada prinsip-prinsip dasar dalam melakukannya. Untuk itu pada pembahasan ini akan di jelaskan lebih jauh tentang prinsip-prinsip evaluasi, ciri-ciri dan langkah-langkah yang tetap dalam melakukan evaluasi, khususnya evaluasi hasil belajar.



PEMBAHASAN
Kegunaan dari evaluasi untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran  dalam jangka waktu tertentu. Kemudian evalusi dalam pembelajaran juga digunakan untuk melihat tingkat efektifitas dari metode-metode pembelajaran yang telah digunakan dalam proses pembelajaran setelah beberapa waktu. Selain itu evalusi juga berguna untuk merangsang kegiatan pembelajaran peserta didik menjadi lebih baik. Menjadi patokan bagi guru dan peserta didik sendiri melihat keberhasilan atau ketidak berhasilan dalam mengikuti proses pembelajaran.
Suharsimi menjelaskan untuk dapat menentukan kepandaian seseorang, bukan kepandaian yang diukur. Namun kita dapat melihat dari gejala-gejala yang tampak atau memancar dari kepandaianya. Salah satu contohnya adalah bahwa anak yang pandai biasanya dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh gurunya. Dalam melakukan evaluasi hasil belajar ada hal-hal dasar yang perlu diperhatikan:
A.    Prinsip-Prinsip Dasar Evaluasi Hasil Belajar
Menurut Sudijono, Evaluasi hasil belajar dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar berikut ini.
1)      Prinsip Keseluruhan
Berprinsip keseluruhan atau menyeluruh atau komprehensif adalah evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh, menyeluruh. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa dalam pelaksanaannya evaluasi tidak dapat dilaksanakan secara terpisah, tetapi mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk hidup dan bukan benda mati.
Dalam hubungan ini, evaluasi diharapkan tidak hanya menggambarkan aspek kognitif, tetapi juga aspek psikomotor dan afektif pun diharapkan terangkum dalam evaluasi. Jika dikaitkan dengan mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, penilaian bukan hanya menggambarkan pemahaman siswa terhadap materi ini, melainkan juga harus dapat mengungkapkan sudah sejauh mana peserta didik dapat menghayati dan mengimplementasikan materi tersebut dalam kehidupannya.
Jika prinsip evaluasi yang pertama ini dilaksanakan, akan diperoleh bahan-bahan keterangan dan informasi yang lengkap mengenai keadaan dan perkembangan subjek subjek didik yang sedang dijadikan sasaran evaluasi.

2)       Prinsip Kesinambungan
Istilah lain dari prinsip ini adalah kontinuitas. Penilaian yang berkesinambungan ini artinya adalah penilaian yang dilakukan secara terus menerus, sambung-menyambung dari waktu ke waktu. Penilaian secara berkesinambungan ini akan memungkinkan si penilai memperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan atau perkembangan peserta didik sejak awal mengikuti program pendidikan sampai dengan saat-saat mereka mengakhiri program-program pendidikan yang mereka tempuh.

3)      Prinsip Objektivitas
Prinsip objektivitas mengandung makna bahwa evaluasi hasil belajar terlepas dari faktor-faktor yang sifatnya subjektif. Orang juga sering menyebut prinsip objektif ini dengan sebutan “apa adanya”. Istilah apa adanya ini mengandung pengertian bahwa materi evaluasi tersebut bersumber dari materi atau bahan ajar yang akan diberikan sesuai atau sejalan dengan tujuan instruksional khusus pembelajaran. Ditilik dari pemberian skor dalam evaluasi, istilah apa adanya itu mengandung pengertian bahwa pekerjaan koreksi, pemberian skor, dan penentuan nilai terhindar dari unsur-unsur subjektivitas yang melekat pada diri tester. Di sini tester harus dapat mengeliminasi sejauh mungkin kemungkinan-kemungkinan “hallo effect” yaitu jawaban soal dengan tulisan yang baik mendapat skor lebih tinggi daripada jawaban soal yang tulisannya lebih jelek padahal jawaban tersebut sama. Demikian pula “kesan masa lalu” dan lain-lain harus disingkirkan jauh-jauh sehingga evaluasi nantinya menghasilkan nilai-nilai yang objektif.
Dengan kata lain, tester harus senantiasa berpikir dan bertindak wajar menurut keadaan yang senyatanya, tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan yang sifatnya subjektif. Prinsip ini sangat penting sebab apabila dalam melakukan evaluasi, subjektivitas menyelinap masuk dalam suatu evaluasi, kemurnian pekerjaan evaluasi itu sendiri akan ternoda.
Sebenarnya bukan hanya tiga prinsip di atas yang menjadi ukuran dalam untuk melakukan evaluasi. Dimyati dan Mujiono (2006:194-199) menyebutkan bahwa evaluasi yang akan dilakukan juga harus mengikuti prinsip kesahihan (valid), keterandalan (reliabilitas), dan praktis.
1)      Kesahihan
Sebuah evaluasi dikatakan valid jika evaluasi tersebut secara tepat, benar, dan sahih telah mengungkapkan atau mengukur apa yang seharusnya diukur. Agar diperoleh hasil evaluasi yang sahih, dibutuhkan instrumen yang memiliki/memenuhi syarat kesahihan suatu instrumen evaluasi.
Contoh berikut dapat dijadikan sarana untuk memahami pengertian valid. Contoh yang dimaksud adalah berupa  barometer dan termometer. Barometer adalah alat ukur yang dipandang tepat untuk mengukur tekanan udara. Jadi, kita dapat mengatakan bahwa barometer tanpa diragukan lagi adalah alat pengukur yang valid untuk mengukur tekanan udara. Dengan kata lain, apa seseorang melakukan pengukuran terhadap tekanan udara dengan menggunakan alat pengukur berupa barometer hasil pengukuran yang diperoleh itu dipandang tepat dan dapat dipercaya. Demikian pula halnya denga termometer. Termometer adalah alat pengukur yang dipandang tepat, benar, sahih, dan abash untuk mengukur tinggi rendahnya suhu udara. Jadi dapat dikatakan bahwa termometer adalah adalah alat pengukur yang valid untuk mengukur suhu udara (Sudijono, 2006:96).
Sahih atau tidaknya evaluasi tersebut ditentukan oleh faktor-faktor instrumen evaluasi itu sendiri, administrasi evaluasi dan penskoran, respon-respon siswa (Gronlund, dalam Dimyati dan Mujiono (2006:195). Kesahihan instrumen evaluasi diperoleh melalui hasil pemikiran dan pengalaman. Dari dua cara tersebut, diperoleh empat macam kesahihan yanga terdiri atas kesahihan isi (content validation), kesahihan konstruksi (contruction validity), kesahihan ada sekarang (concurrent validity), dan kesahihan prediksi (prediction validity) (Arikunto, 1990:64).

2)      Keterandalan
Keterandalan evaluasi berhubungan dengan masalah kepercayaan yaitu tingkat kepercayaan bahwa suatu evaluasi mampu memberikan hasil yang tepat. Maksud dari pernyataan ini adalah jika suatu eveluasi dilakukan pada subjek yang sama evaluasi senantiasa menunjukkan hasil evaluasi yang sama atau sifatnya ajeg dan stabil. Dengan demikian suatu ujian, misalnya, dikatakan telah memiliki reliabilitas apabila skor-skor atau nilai-nilai yang diperoleh para peserta ujian untuk pekerjaan ujiannya adalah stabil, kapan saja, dimana saja ujian itu dilaksanakan, dan oleh siapa saja pelaksananya.
Keterandalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
·         Panjang tes (length of tes). Panjang tes berhubungan dengan banyaknya butir tes. Pada umumnya lebih banyak butir tes, lebih tinggi keterandalan evaluasi. Hal ini terjadi karena makin banyak soal tes, makin banyak sampel yang diukur.
·         Sebaran skor (spread of scores). Besarnya sebaran skor akan membuat kemungkinan perkiraan keterandalan lebih tinggi menjadi kenyataan.
·         Tingkat kesulitan tes (difficulty of tes). Tes yang paling mudah atau paling sukar untuk anggota-anggota kelompok yang mengerjakan cenderung menghasilkan skor tes keterandalan yang lebih rendah. Hal ini disebabkan antara hasil tes yang mudah dan sulit keduanya salam suatu sebaran skor yang terbatas.
·         Objektivitas (objektivity). Objektivitas suatu tes menunjuk kepada tingkat skor kemampuan yang sama (yang dimiliki oleh para siswa) dan memperoleh hasil yang sama dalam mengerjakan tes.


3)      Kepraktisan
Kepraktisan suatu evaluasi bermakna bahwa kemudahan-kemudahan yang ada pada instrumen evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan, menginterpretasi, memperoleh hasil maupun kemudahan dalam menyimpan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepraktisan instrumen evaluasi meliputi:
·         kemudahan mengadministrasi;
·         waktu yang disediakan untuk melancarkan kegiatan evaluasi;
·         kemudahan menskor;
·         kemudahan interpretasi dan aplikasi;
·         tersedianya bentuk instrumen evaluasi yang ekuivalen atau sebanding.
Suharsimi juga menjelaskan ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi atau hubungan erat tiga komponen, yaitu:
a.       Hubungan antara tujuan dengan KBM
Kegiatan belajar-mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, anak panah yang menunjukkan hubungan antara keduanya mengarah pada tujuan dengan makna bahwa KBM mengacu pada tujuan, tetapi juga mengarah dari tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari tujuan dilanjutkan pemikirannya ke KBM.
b.      Hubungan antara tujuan dengan evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Dengan makna demikian maka anak panah berasal dari evaluasi menuju ke tujuan. Di lain sisi, jika dilihat dari langkah, dalam menyusun alat evaluasi ia mengacu pada tujuan yang sudah dirumuskan.
c.       Hubungan antara KBM dengan evaluasi
Seperti yang sudah disebutkan dalam poin (a), KBM dirancang dan disusun dengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan. Telah disebutkan pula dalam poin (b) bahwa alat evaluasi juga disusun dengan mengacu pada tujuan. Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan. Sebagai misal, jika kegiatan belajar-mengajar dilakukan oleh guru dengan menitikberatkan pada keterampilan, evaluasinya juga harus mengukur tingkat keterampilan siswa, bukannya aspek pengetahuan.

B.     Ciri-ciri Penilaian dalam Pendidikan
Adapun ciri-ciri evaluasi melalui penilaian dalam pendidikan menurut Suharsimi adalah sebagai berikut:
1.      Ciri pertama yaitu bahwa penilaian dilakukan secara tidak langsung. Dalam contoh ini kita menilai kepandaian melalui ukuran menyelesaikan soal.
2.      Ciri kedua yaitu pengunaan ukuran kuantitatif. Penilaian bersifat kuantitatif artinya mengunakan simbol bilangan sebagai hasil pertama pengukuran. Setelah itu lalu diinterpretasikan ke bentuk kualitatif. Contoh: dari hasil pengukuran tia mempunyai IQ 126 sedangkan budi 89. Maka tia dapat dikatagorikan sebagai anak pandai sedangkan budi anak dibawah rata-rata.
3.      Ciri ketiga yaitu bahwa penilaian pendidikan mengunakan, unit-unit atau satuan-satuan yang tetap misalnya, IQ 126 menurut unit pengukurannya termasuk anak yang pandai sedangkan 89 termasuk anak dibawah rata-rata.
4.      Ciri keempat yaitu bersifat relatif artinya tidak selalu tetap dari waktu ke waktu yang di sebabkan banyak faktor. contoh nilai ulangan MTK pertama tia adalah 90 namun ulangan keduanya hanya 40.
5.      Ciri kelima bahwa dalam penilaian pendidikan sering terjadi kesalahan-kesalahan. Adapun kesalaan-kesalahan itu ditinjau dari berbagai faktor yaitu:
1)      Terletak pada alat ukurnya. Alat yang digunakan untuk mengukur haruslah baik namun sering kali terjadi kesalahan di alat ukurnya.
2)      Terletak pada orang yang melakukan pengukurannya. Keslaah pad aorang yag melakuan pengukuran bisa saj aterjadi karena:
a.       Kesalahan pada waktu penilaian karena factor subjektif penilai yang telah terpengarus oleh hasil pengukuran, misalnya tulisan jelek atau tidak jelas itu sering mempengaruhi subjektif penilaian. b). kecenderungan dari penilai untuk memberikan nilai secara murah atau mahal. Ada guru yang mudah memberikan nilai ada yang sulit untuk memberikan nilai. Adanya Hello-effect, yakni adanya kesan penilai terhadap siswa.
b.      Adanya pengaruh dari hasil sebelumnya.
c.       Kesalahan yang disebabkan oleh kekeliruan menjumlah angka-angka hasil penilaian.
3)      Terletak pada anak yang dinilai.
a.       Siswa adalah manusia yang berperasaan dan bersuasana hati. Suasana hati sangat berpengaruh terhadap hasil penilaian.
b.      Keadaan fisik ketika siswa sedang dinilai.
c.       Nasib siswa kadang-kadang mempunyai peranan terhadap hasil penilaian.
4)      Terletak pada situasi dimana penilaian berlangsung
a.       suasana pada saat terjadinya penilaian. Keadaan yang gaduh akan mempengaruhi penilaian yang sebenarnya karena siswa tidak dapat konsenterasi.
b.      Pengawasan dalam penilaian. Bentuk pengawasan yang tidak sesuai akan berpengaruh pada keobjektifan hasil dari pengukuran yang ada.
Menurut Sudijono ciri-ciri evaluasi hasil belajar tidak jauh berbeda dari Suharsimi, adapun ciri-ciri evaluasi yang dilakukan dalam proses belajar mengajar tersebut adalah:
1.      Penilaian dilakukan secara tidak langsung. Jadi untuk mengetahui taraf kepandaian anak maka yang diukur bukan pandainya akan tetapi tanda-tanda kepandaiannya. Menurut Carl Witherington tanda-tanda anak yang pandai adalah 1) kemampuan untuk bekerja dengan angka-angka, 2) kemampuan untuk menggunakan bahasa dengan baik dan benar, 3) kemampuan untuk menangkap sesuatu yang baru, 4) kemampuan untuk mengingat-ingat sesuatu, 5) kemampuan untuk memahami hubungan antar gejala yang satu dengan yang lain, 6) kemampuan untuk berfantasi atau berfikir abstrak.
2.       Menggunakan ukuran yang bersifat kuantitatif (simbul angka), setelah dianalisis dengan metode statistik pada akhirnya data tersebut diberi interpretasi secara kualitatif.
3.      Pada umumnya menggunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap.
4.      Prestasi belajar yang dicapai oleh peserta didik dari waktu ke waktu bersifat relatif. Artinya, hasil evaluasi pada umumnya tidak tetap.
5.      Dalam melakukan penilaian sering terjadi kesalahan-kesalahan. Sedangkan sumber-sumber kesalahan terletak pada alat ukur, penilai atau evaluator (guru), yang dinilai (murid) dan situasi di mana penilaian berlangsung
Dalam hal ini guru atau evaluator dapat menyebabkan kekeliruhan itu sendiri dikarenakan hal sebagai berikut:
1)      bertindak subjektif. Misalnya risau ketika mengoreksi, tulisan yang dihadapi jelek dan lain-lain.
2)      cenderung pemura atau pelit dalam memberi nilai.
3)      Terjadinya hallo effect, guru dalam memberi nilai terpengaruhi oleh berita, informasi dan lain yang dating dari  teman-teman atau hal-hal lain.
4)      Adanya pengaruh dari hasil yang diperoleh terdahulu atau masa lalu.
 Selanjutnya dalam hal kekeliruhan juga dapat berasal dari yang dinilai (murid), penyebab munculnya antara lain:
1)      Factor psikis, suasana batin yang mengikuti evaluasi yang dilaksanakan
2)      Factor fisik, jasmani yang sedang terganggu sedang sakit, letih atau kecapekan
3)      Factor nasib, misalnya semua pelajaran yang telah di pelajari tiba-tiba hilang dari ingatan.

C.    Langkah-langkah Pokok dalam Evaluasi Belajar
Sekalipun tidak selalu sama, namun pada umumnya para pakar dalam bidang evaluasi pendidikan merinci kediatan evaluasi ke dalam enam langkah pokok.
1.      Menyusun rencana evaluasi hasil belajar
Sebelum evaluasi hasil belajar dilaksanakan, harus disusun lebih dahulu perencanaannya secara baik dan matang. Perencanaan hasil belajar itu umumnya mencakup enam jenis kegiatan, yaitu:
a.       Merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi Perumusan tujuan evaluasi hasil belajar itu penting sekali, sebab tanpa tujuan yang jelas maka evaluasi hasil belajar akan berjalan tanpa arah dan pada gilirannya dapat mengakibatkan evaluasi menjadi kehilangan arti dan fungsinya.
b.      Menetapkna aspek-aspek yang hendak dievaluasi. Misalnya apakah aspek kognitif, aspek afektif ataukah aspek psikomotorik.
c.       Memilih dan menentukan teknik yang akan dipergunakan di dalam melaksanakan evaluasi, misalnya apakah evaluasi itu akan dilaksanakan dengan menggunakan teknik tes ataukah teknik nontes. Jika teknik yang akan dipergunakan itu adalah teknik nontes, apakah pelaksanaannya dengan menggunakan pengamatan (observasi), melakukan wawancara (interview), menyebarkan angket (questionnaire)?
d.      Menyusun alat-alat pengukur yang akan dipergunakan dalam pengukuran dan penialain hasil belajar peserta didik, seperti butir-butir soal tes hasil belajar (pada evaluasi hasil belajar yang menggunakan teknik tes). Daftar check (check list), rating scale, panduan wawancara (interview guide) atau daftar angket (questionnaire), untuk evaluasi hasil belajar yang menggunakan teknik nontes.
e.        Menentukan tolak ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan pegangan atau patokan untuk memberikan interpretasi terhadap data hasil evaluasi. Misalnya apakah yang akan dipergunakan Penilaian Beracuan Patokan (PAP) ataukah akan dipergunakan Penilaian beracuan kelompok atau Norma (PAN). Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar itu sendiri (kapan dan seberapa kali evaluasi hasil belajar itu akan dilaksanakan).

2.      Menghimpun data
Dalam evaluasi hasil belajar, wujud nyata dari kegiatan menghimpun data adalah melaksanakan pengukuran, misalnya dengan menyelenggarakan tes hasil belajar (apabila evaluasi hasil belajar itu menggunakan teknik tes), atau melakukan pengamatan, wawancara atau angket dengan menggunakan instrumen-instrumen tertentu berupa rating scale, check list, interview guide atau questionnaire (apabila evaluasi hasil belajar itu menggunakan teknik nontes).

3.      Melakukan verifikasi data
Data yang telah berhasil dihimpun harus disaring lebihn dahulu sebelum diolah lebih lanjut. Proses penyaringan itu dikenal dengan istilah penelitian data atau verifikasi data. Verifikasi data dimaksudkan untuk dapat memisahkan data yang “baik” (yaitu data yang dapat memperjelas gambaran yang akan diperoleh mengenai diri individu atau sekelompok individu yang sedang dievaluasi) dari data yang “kurang baik” (yaitu data yang akan mengaburkan gambaran yang akan diperoleh apabila data itu ikut serta diolah).
4.      Mengolah dan menganalisis data
Mengolah dan menganilisis hasil evaluasi dilakukan dengan maksud untuk memberikan makna terhadap data yang telah berhasil dihimpun dalam kegiatan evaluasi. Untuk keperluan itu maka data hasil evaluasi perlu disusun dan diatur demikian rupa sehingga “dapat berbicara”. Dalam mengolah dan menganalisis data hasil evaluasi itu dapat dipergunakan teknik statistik.

5.      Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan
Penafsiran atau interpretasi terhadap data hasil evaluasi belajar pada hakikatnya adalah merupakan verbalisasi dari makna yang terkandung dalam data yang telah mengalami pengolahan dan penganalisisan itu. Atas dasar interpretasi terhadap data hasil evaluasi itu pada akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan tertentu. Kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi itu sudah barang tertentu mengacu kepada tujuan dilakukannya evaluasi itu sendiri.

6.      Tindak lanjut hasil evaluasi
Bertitik tolak dari data hasil evaluasi yang telah disusun, diatur, diolah, dianalisis dan disimpulkan sehingga dapat diketahui apa makna yang terkandung di dalamnya maka pada akhirnya evaluator akan dapat mengambil keputusan atau merumuskan kebijakan-kebijakan yang dipandang perlu sebagai tindak lanjut dari kegiatan evaluasi tersebut.

KESIMPULAN
Mengetahui dan memahami tentang prinsip-prinsip dasar evaluasi hasil belajar, serta mengetahui ciri-ciri dan langkah-lankah evaluasi akan sangat membantu guru sebagai evaluator dalam menjalankan evaluasi hasil proses pembelajaran. Hal ini juga akan mengurangi kekeliruan yang terjadi pada saat evaluasi, baik kekeliruhan yang disebabkan bertindak subjektif, cenderung pemura atau pelit dalam memberi nilai, terjadinya hallo effect, adanya pengaruh dari hasil yang diperoleh terdahulu atau masa lalu. Kemudian kekeliruan lainya seperti dari siswa atau dari kondisi lingkungan. Jadi evaluasi benar-benar dapat menjadi motivasi kegiatan pembelajaran peserta didik menjadi lebih baik. Dan menjadi patokan bagi guru dan peserta didik sendiri melihat keberhasilan atau ketidak berhasilan dalam mengikuti proses pembelajaran.



DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S & Jabar. 2004. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Sudijono, A. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

3 komentar:

  1. Stainless Steel Flask - Titanium Flask - Titanium Arts
    Stainless steel Flask - Titanium surgical steel vs titanium Flask - Titsanium titanium flashlight Arts is 출장안마 a ford escape titanium for sale ceramic-art-type Flask that features the highest titanium properties quality components.

    BalasHapus
  2. Kak mau tanya bagaimana cara menghadapai murid yang bandel dan susah menangkap materi yang disampaikan oleh guru

    BalasHapus